20080919
II. TAMBO PAKSI BUWAY BEJALAN DIWAY SEKALA BRAK
III. SEKALA BRAK, ETIMOLOGI DAN SEJARAH ULUN LAMPUNG
Sekala Brak adalah sebuah kerajaan yang bercirikan Hindu dan dikenal dengan Kerajaan Sekala Brak Hindu yang setelah kedatangan Empat Umpu dari Pagaruyung yang menyebarkan agama Islam kemudian berubah menjadi Kepaksian Sekala Brak, terletak di kaki Gunung Pesagi (gunung tertinggi di Lampung) Yang menjadi cikal-bakal suku bangsa etnis Lampung saat ini.
Sekala Brak memiliki makna yang dalam dan sangat penting bagi bangsa Lampung. Ia melambangkan peradaban, kebudayaan dan eksistensi Lampung itu sendiri. Bukti tentang kemasyuran kerajaan Sekala Brak didapat dari cerita turun temurun yang disebut warahan, warisan kebudayaan, adat istiadat, keahlian serta benda dan situs seperti tambo dan dalung seperti yang terdapat di Kenali, Batu Brak dan Sukau. Kata LAMPUNG sendiri berawal dari kata "Anjak Lambung" yang berarti berasal dari ketinggian (Diandra Natakembahang:2005) ini karena para puyang Bangsa Lampung pertama kali bermukim menempati dataran tinggi Sekala Brak di lereng Gunung Pesagi. Sebagaimana I Tshing yang pernah mengunjungi Sekala Brak setelah kunjungannya dari Sriwijaya dan beliau menyebut To-Langpohwang bagi penghuni negeri ini. Dalam bahasa hokkian, dialek yang dipertuturkan I Tshing, To-Langpohwang berarti Orang Atas dan seperti diketahui Pesagi dan dataran tinggi Sekala Brak adalah puncak tertinggi di Tanoh Lampung.
Ada beberapa teori tentang etimologi Sekala Brak (Diandra Natakembahang:2005), yaitu:
- Sakala Bhra yang berarti titisan dewa (terkait dengan Kerajaan Sekala Brak Hindu)
- Segara Brak yang berarti genangan air yang luas (diketahui sebagai Danau Ranau)
- Sekala Brak yang berarti tumbuhan sekala dalam jumlah yang banyak dan luas (tumbuhan ini banyak terdapat di Pesagi dan dataran tingginya)
IV. PENDAPAT SEJARAWAN DAN CATATAN TENTANG SEKALA BRAK
Tafsiran para ahli purbakala seperti Groenevelt, L.C.Westernenk dan Hellfich didalam menghubungkan bukti bukti memiliki pendapat yang berbeda beda namun secara garis besar didapat benang merah kesamaan dan acuan yang tidak diragukan didalam menganalisa bahwa Sekala Brak merupakan cikal bakal bangsa Lampung.
Dalam buku The History of Sumatra karya The Secretary to the President and the Council of Port Marlborough Bengkulu, William Marsdn, 1779, diketahui asal-usul Penduduk Asli Lampung. Didalam bukunya William Marsdn mengungkapkan "If you ask the Lampoon people of these part, where originally comme from they answere, from the hills, and point out an island place near the great lake whence, the oey, their forefather emigrated…". "Apabila tuan-tuan menanyakan kepada Masyarakat Lampung tentang dari mana mereka berasal, mereka akan menjawab dari dataran tinggi dan menunjuk ke arah Gunung yang tinggi dan sebuah Danau yang luas.."
Dari tulisan ini bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud danau tersebut ialah Danau Ranau. Sedangkan Gunung yang berada dekat Danau adalah Gunung Pesagi, Sebagaimana juga ditulis Zawawi Kamil (Menggali Babad & Sedjarah Lampung) disebutkan dalam sajak dialek Komering/Minanga: "Adat lembaga sai ti pakaisa buasal jak Belasa Kapampang, Sajaman rik tanoh pagaruyung pemerintah bunda kandung, Cakak di Gunung Pesagi rogoh di Sekala Berak, Sangon kok turun temurun jak ninik puyang paija, Cambai urai ti usung dilom adat pusako" Terjemahannya berarti "Adat Lembaga yang digunakan ini berasal dari Belasa Kepampang (Nangka Bercabang), Sezaman dengan ranah pagaruyung pemerintah bundo kandung, Naik di Gunung Pesagi turun di Sekala Berak, Memang sudah turun temurun dari nenek moyang dahulu, Sirih pinang dibawa di dalam adat pusaka, Kalau tidak pandai tata tertib tanda tidak berbangsa".
Dalam catatan Kitab Tiongkok kuno yang disalin oleh Groenevelt kedalam bahasa Inggris bahwa antara tahun 454 dan 464 Masehi disebutkan kisah sebuah Kerajaan Kendali yang terletak diantara pulau Jawa dan Kamboja. Prof. Wang Gungwu dalam majalah ilmiah Journal of Malayan Branch of the Royal Asiatic Society dengan lebih spesifik menyebutkan bahwa pada tahun tahun 441, 455, 502, 518, 520, 560 dan 563 yang mulia Sapanalanlinda dari Negeri Kendali mengirimkan utusannya ke Negeri Cina. Menurut L.C. Westenenk nama Kendali ini dapat kita hubungkan dengan Kenali Ibukota Kecamatan Belalau sekarang. Nama Sapalananlinda itu menurut kupasan dari beberapa ahli sejarah, dikarenakan berhubung lidah bangsa Tiongkok tidak fasih melafaskan kata Sribaginda, ini berarti Sapanalanlinda bukanlah suatu nama.
Hal diatas membuktikan bahwa pada abad ke 3 telah berdiri Kerajaan Sekala Brak Kuno yang belum diketahui secara pasti kapan mulai berdirinya. Kerajaan Sekala Brak ini dihuni oleh Buay Tumi dengan Ibu Negeri Kenali dan Agama resminya adalah Hindu Bairawa. Hal ini dibuktikan dengan adanya Batu Kepampang di Kenali yang fungsinya adalah sebagai alat untuk mengeksekusi Pemuda dan Pemudi yang tampan dan cantik sebagai tumbal dan persembahan untuk para Dewa.
Kerajaan Sekala Brak menjalin kerjasama perdagangan antar pulau dengan Kerajaan Kerajaan lain di Nusantara dan bahkan dengan India dan Negeri Cina. Prof. Olivier W. Wolters dari Universitas Cornell, dalam bukunya Early Indonesian Commerce, Cornell University Press, Ithaca, New York, 1967, hal. 160, mengatakan bahwa ada dua kerajaan di Asia Tenggara yang mengembangkan perdagangan dengan Cina pada abad 5 dan 6 yaitu Kendali di Andalas dan Ho-lo-tan di Jawa. Dalam catatan Dinasti Liang (502-556) disebutkan tentang letak Kerajaan Sekala Brak yang ada di Selatan Andalas dan menghadap kearah Samudra India, Adat Istiadatnya sama dengan Bangsa Kamboja dan Siam, Negeri ini menghasilkan pakaian yang berbunga, kapas, pinang, kapur barus dan damar.
Dari Prasasti Hujung Langit (Hara Kuning) bertarikh 9 Margasira 919 Caka yang di temukan di Bunuk Tenuar Liwa terpahat nama raja di daerah Lampung yang pertama kali ditemukan pada prasasti. Prasasti ini terkait dengan Kerajaan Sekala Brak kuno yang masih dikuasai oleh Buay Tumi. Prof. Dr. Louis-Charles Damais dalam buku Epigrafi dan Sejarah Nusantara yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional, Jakarta, 1995, halaman 26-45, diketahui nama Raja yang mengeluarkan prasasti ini tercantum pada baris ke-7, menurut pembacaan Prof. Damais namanya adalah Baginda Sri Haridewa.
Lebih jauh lagi Sekala Brak Hindu adalah juga merupakan cikal bakal Sriwijaya, dimana saat persebaran awal dimulai dari dataran tinggi Pesagi dan Danau Ranau satu kelompok menuju keselatan menyusuri dataran Lampung dan kelompok yang lain menuju kearah utara menuju dataran palembang (Van Royen:1927). Bahkan seorang keturunan dari Sekala Brak Hindu adalah merupakan Pendiri dari Dinasti Sriwijaya adalah Dapunta Hyang Sri Jayanaga yang memulai Dinasti Sriwijaya awal dengan ibu negeri Minanga Komering (Arlan Ismail:2003).
Berdasarkan Warahan dan Sejarah yang disusun didalam Tambo, dataran Sekala Brak yang pada awalnya dihuni oleh suku bangsa Tumi ini mengagungkan sebuah pohon yang bernama Belasa Kepampang atau nangka bercabang karena pohonnya memiliki dua cabang besar, yang satunya nangka dan satunya lagi adalah sebukau yaitu sejenis kayu yang bergetah. Keistimewaan Belasa Kepampang ini bila terkena cabang kayu sebukau akan dapat menimbulkan penyakit koreng atau penyakit kulit lainnya, namun jika terkena getah cabang nangka penyakit tersebut dapat disembuhkan. Karena keanehan inilah maka Belasa Kepampang ini diagungkan oleh suku bangsa Tumi.
V. BERDIRINYA KEPAKSIAN SEKALA BRAK
Setelah perserikatan ini cukup kuat maka suku bangsa Tumi dapat ditaklukkan dan sejak itu berkembanglah agama Islam di Sekala Brak. Pemimpin Buay Tumi dari Kerajaan Sekala Brak saat itu adalah seorang wanita yang bernama Ratu Sekerumong yang pada akhirnya dapat ditaklukkan oleh Perserikatan Paksi Pak. Sedangkan penduduk yang belum memeluk agama Islam melarikan diri ke Pesisir Krui dan terus menyeberang ke pulau Jawa dan sebagian lagi ke daerah Palembang. Raja terakhir dari Buay Tumi Sekala Brak adalah Kekuk Suik dengan wilayah kekuasaannya yang terakhir di Pesisir Selatan Krui -Tanjung Cina.
Dataran Sekala Brak akhirnya dikuasai oleh keempat Umpu yang disertai Si Bulan, Maka Sekala Brak kemudian diperintah oleh keempat Umpu dengan menggunakan nama PAKSI PAK SEKALA BRAK. Inilah cikal bakal Kepaksian Sekala Brak yang merupakan puyang bangsa Lampung. Kepaksian Sekala Brak mereka bagi menjadi empat Marga atau Kebuayan yaitu:
- Umpu Bejalan Di Way memerintah daerah Kembahang dan Balik Bukit dengan Ibu Negeri Puncak, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Bejalan Di Way.
- Umpu Belunguh memerintah daerah Belalau dengan Ibu Negerinya Kenali, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Belunguh.
- Umpu Nyerupa memerintah daerah Sukau dengan Ibu Negeri Tapak Siring, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Nyerupa.
- Umpu Pernong memerintah daerah Batu Brak dengan Ibu Negeri Hanibung, daerah ini disebut dengan Paksi Buay Pernong.
Agar syiar agama Islam tidak mendapatkan hambatan maka pohon Belasa Kepampang itu akhirnya ditebang untuk kemudian dibuat PEPADUN. Pepadun adalah singgasana yang hanya dapat digunakan atau diduduki pada saat penobatan SAIBATIN Raja Raja dari Paksi Pak Sekala Brak serta keturunan keturunannya. Dengan ditebangnya pohon Belasa Kepampang ini merupakan pertanda jatuhnya kekuasaan suku bangsa Tumi sekaligus hilangnya faham animisme di kerajaan Sekala Brak. Sekitar awal abad ke 9 Masehi para Saibatin di Sekala Brak menciptakan aksara dan angka tersendiri sebagai Aksara Lampung yang dikenal dengan Had Lampung.
Ada dua makna didalam mengartikan kata Pepadun yaitu:
- Dimaknakan sebagai PAPADUN yang maksudnya untuk memadukan pengesahan atau pengakuan untuk mentahbiskan bahwa yang duduk diatasnya adalah Raja.
- Dimaknakan sebagai PAADUAN yang berarti tempat mengadukan suatu hal ihwal. Maka jelaslah bahwa mereka yang duduk diatasnya adalah tempat orang mengadukan suatu hal atau yang berhak memberikan keputusan.
Manakala salah seorang dari keempat Umpu dan keturunannya memerlukan Pepadun tersebut untuk menobatkan salah satu keturunannya maka Pepadun itu dapat diambil atau dipinjam yang setelah digunakan harus dikembalikan. Adanya bendahara yang dipercayakan kepada Benyata semata mata untuk menghindari perebutan atau perselisihan diantara keturunan keturunan Paksi Pak Sekala Brak dikemudian hari.
Pada Tahun 1939 terjadi perselisihan diantara keturunan Benyata memperebutkan keturunan yang tertua atau yang berhak menyimpan Pepadun. Maka atas keputusan kerapatan adat dengan persetujuan Paksi Pak Sekala Brak dan Keresidenan, Pepadun tersebut disimpan dirumah keturunan yang lurus dari Umpu Belunguh hingga sekarang.
VI. PERPINDAHAN WARGA NEGERI SEKALA BRAK
- Ketika suku bangsa Tumi yang mendiami Sekala Brak terusir dan Skala Brak jatuh ketangan Paksi Pak Sekala Brak, hingga mereka menyebar kedaerah lain.
- Perselisihan dan silang sengketa dikalangan keluarga yang mengakibatkan satu fihak meninggalkan Sekala Brak untuk mencari penghidupan ditempat lain.
- Adanya bencana alam berupa gempa bumi yang memaksa sebagian Warga Negeri Sekala Brak untuk berpindah dan mencari penghidupan yang baru.
- Adanya hubungan yang erat antara Kesultanan Banten dan Kebuayan Belunguh -Kenali, dimana dengan sengaja ditinggalkan disepanjang jalan beberapa orang suami istri untuk meluaskan daerah dan memudahkan perjalanan pulang pergi ke Banten. Sehingga berabad kemudian ditempat itu berdiri Pekon Pekon bahkan banyak yang sudah menjadi Marga. Hubungan inilah yang merupakan asal dari Cikoneng Pak Pekon di Pantai Banten.
- Perpindahan juga terjadi disebabkan peraturan adat yang mengikat yang menetapkan semua hak hak adat jatuh atau diwarisi oleh Putera Tertua, sehingga anak anak yang muda dipastikan tidak sepenuhnya memiliki hak apalagi kedudukan tertentu didalam adat. Dengan cara memilih untuk pindah kedaerah yang baru maka dapat dipastikan mereka memiliki kedudukan dan tingkatan didalam adat yang mereka bentuk sendiri ditempat yang baru.
VII. KETETAPAN ADAT DALAM PEPADUN DAN HIRARKI ADAT DALAM KEPAKSIAN
Seperti telah diterangkan terdahulu Pepadun dibuat dari Belasa Kepampang yang dibuat sedemikian rupa menjadi singgasana tempat bertahtanya Raja yang dinobatkan di Paksi Pak Sekala Brak. Ketetapan adat bahwa hanya keturunan yang lurus dan tersulung dari Paksi Pak Sekala Brak yang berhak untuk dapat duduk diatas Pepadun itu dalam gawi penobatan Raja sebagai Saibatin. Dengan demikian adat Pepadun seperti yang terdapat di daerah Lampung lainnya tidak seperti daerah asalnya di Sekala Brak.
Pertimbangan untuk menaikkan atau menurunkan pangkat adat seseorang dilakukan dalam permufakatan sidang adat dengan memperhatikan kesetiaan seseorang kepada garis dan aturan adat. Jika seseorang dinilai telah memenuhi syarat dan mematuhi garis, ketentuan dan aturan adat, untuk seterusnya keturunannya dapat dipertimbangkan untuk dinaikkan setingkat pangkat adatnya. Namun jika yang terjadi sebaliknya kemungkinan untuk keturunannya pangkat adat itu tetap atau bahkan diturunkan.
Pertimbangan yang kedua untuk menaikkan pangkat adat seseorang adalah dengan melihat jumlah bawahan dari seseorang yang akan dinaikkan pangkat adatnya. Seseorang yang yang menyandang pangkat adat atau Gelaran yang disebut ADOK harus memiliki bawahan yang berbanding dengan kedudukan pangkat adatnya.
Tingkatan tertinggi dalam adat adalah Saibatin Suntan. Untuk dapat mencapai Gelaran atau Adok dan kedudukan atau pangkat adat ditentukan oleh berapa banyak bawahan atau pengikut dari seseorang. Hirarki Adat dalam Kepaksian Sekala Brak dari yang tertinggi sampai yang terendah adalah:
- Suntan
- Raja
- Batin
- Radin
- Minak
- Kemas
- Mas
Petutughan atau panggilan dalam Masyarakat Adat Lampung adalah berdasarkan hirarki seseorang didalam adat. Untuk panggilan kakak adalah Pun dan Ghatu untuk Suntan, Atin untuk Raja, Udo Dang dan Cik Wo untuk Batin, Udo dan Wo untuk Radin, Udo Ngah dan Cik Ngah untuk Minak, Abang dan Ngah untuk Mas serta kakak untuk Kemas. Sedangkan panggilan untuk orang tua adalah Akan dan Ina Dalom untuk Suntan, Aki dan Ina Batin untuk Raja, Ayah dan Ina Batin untuk Batin sedangkan untuk Radin, Mas dan Kimas menggunakan panggilan Mak dan Bak. Panggilan kepada setingkat panggilan orang tua seperti paman dan bibi adalah; Pak Dalom dan Ina Dalom untuk Suntan, Pak Batin dan Ina Batin untuk Raja, Tuan Tengah- dan Cik Tengah untuk Batin, Pak Balak dan Ina Balak untuk Radin, Pak Ngah dan Mak Ngah untuk Minak, Pak Lunik dan Ina Lunik untuk Mas serta Pak Cik dan Mak Cik untuk Kemas. Panggilan untuk kakek-nenek adalah Tamong Dalom dan Kajong Dalom untuk setingkat Suntan, Tamong Batin dan Kajong Batin untuk setingkat Raja dan Batin sedangkan untuk Radin, Minak, Mas dan Kemas menggunakan panggilan Tamong dan Kajong saja.
Gelaran atau Adok -DALOM, SUNTAN, RAJA, RATU, panggilan seperti PUN dan SAIBATIN serta nama LAMBAN GEDUNG hanya diperuntukkan bagi Saibatin dan keluarganya dan dilarang dipakai oleh orang lain. Dalam garis dan peraturan adat tidak terdapat kemungkinan untuk membeli Pangkat Adat, baik dengan Cakak Pepadun atau dengan cara cara lainnya terutama di dataran Skala Brak sebagai warisan resmi dari kerajaan Paksi Pak Sekala Brak.
Tentang kepangkatan seseorang dalam adat tidaklah dapat dinilai dari materi dan kekuatan yang dapat menaikkan kedudukan seseorang didalam lingkungan adat, melainkan ditentukan oleh asal, akhlak dan banyaknya pengikut seseorang dalam lingkungan adat. Bilamana ketiganya terpenuhi maka kedudukan seseorang didalam adat tidak perlu dibeli dengan harta benda atau diminta dan akan dianugerahkan dengan sendirinya.
Kesempatan untuk menaikkan kedudukan seseorang didalam adat dapat pula dilaksanakan pada acara Nayuh atau Pernikahan, Khitanan dan lain lain. Pengumuman untuk Kenaikan Pangkat ini, dilaksanakan dengan upacara yang lazim menurut adat diantara khalayak dengan penuh khidmat diiringi alunan bunyi Canang disertai bahasa Perwatin yang halus dan memiliki arti yang dalam.
Bahasa Perwatin adalah ragam bahasa yang teratur, tersusun yang berkaitan dengan indah dan senantiasa memiliki makna yang anggun, ragam bahasa ini lazim digunakan dilingkungan adat dan terhadap orang yang dituakan atau dihormati. Sedangkan Bahasa Merwatin adalah ragam bahasa pasaran yang biasa digunakan sehari hari yang dalam perkembangannya banyak dipengaruhi oleh bahasa bahasa lain.
Prosesi kenaikan seseorang didalam adat dihadiri oleh Saibatin Suntan atau Perwakilan yang ditunjuk beserta para Saibatin dan Pembesar lainnya. Dari rangkaian kata kata dalam bentuk syair dapat disimak ungkapan “Canang Sai Pungguk Ghayu Ya Mibogh Di Dunia Sapa Ngeliak Ya Nigham Sapa Nengis Ya Hila”
Terjemahannya bebasnya bermakna “Bunyi Gong Laksana Suara Pungguk Yang Syahdu Merayu, Gemanya Terdengar Keseluruh Dunia, Siapa Yang Melihat Ia Terkesima Dan Rindu, Siapa Yang Mendengarnya Ia Akan Terharu”. Ini bermakna bahwa pengumuman kenaikan kedudukan seseorang didalam adat telah diumumkan secara resmi.
Tentang adanya penggunaan Pepadun di daerah Lampung lainnya dimana kedudukan didalam adat itu dapat dibeli atau menaikkan kedudukan didalam adat dengan mengadakan Bimbang Besar. Cakak Pepadun di wilayah ini dapat dianalisa awal pelaksanaannya sebagai berikut –Warga Negeri yang memiliki hubungan genealogis dari salah satu Paksi Pak Sekala Brak dan beberapa kelompok pendatang dari daerah lain yang menempati wilayah yang baru ini tentu jauh dari pengaruh Saibatin serta Garis, Peraturan, dan Ketentuan adat yang berlaku dan mengikat.
Ditempat yang baru ini tentu dengan sendirinya harus ada Pemimpin dan Panutan yang ditaati oleh kelompok kelompok ditempat baru itu untuk membentuk suatu komunitas baru dan orang yang dipilih sebagai Pimpinan Komunitas ini dipastikan orang yang meiliki kekayaan dan kekuatan untuk dapat melindungi komunitasnya. Karenanya pada daerah Lampung tertentu dapat saja seseorang yang tidak memiliki trah bangsawan mengangkat dirinya menjadi pemimpin atau kepala adat dengan kompensasi tertentu.
Cara cara pengangkatan diri ini mengambil contoh penobatan Saibatin Raja dari daerah asalnya Paksi Pak Sekala Brak, pada masa berikutnya peristiwa Cakak Pepadun telah menjadi kebiasaan dan diteruskan sampai sekarang. Di wilayah baru ini rupanya tidak ada larangan tentang Pangkat Adat dengan melihat kenyataan yang ada bahwa Gelaran Gelaran atau Adok yang Sakral dan dipegang teguh di Paksi Pak Sekala Brak ternyata bahkan menjadi suatu gelaran umum di daerah ini.
Setelah soal naik Pepadun dengan tidak ada dasar ini menjadi suatu perlombaan yang hebat dikalangan khalayak, kesempatan ini digunakan oleh pasa penyimbang untuk mencari kekayaan dan setelah itu meningkat sedemikian rupa hingga mendatangkan kerugian yang besar bagi khalayak didalam mengadakan Bimbang Besar. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Pemerintah Belanda dengan memfasilitasi tindakan tindakan kearah ini.
Pada zaman imperialis hal ini dimanfaatkan oleh kaum imperialis dengan memecah belah Bangsa Lampung sehingga perbedaan yang ada digunakan sebagai umpan untuk memperuncing pertentangan diantara Bangsa Lampung sendiri terutama didalam Adat. Belanda menggantikan kedudukan Raja dengan kedudukan sebagai Pesirah. Bentuk pemerintahan yang tadinya dijalankan dalam tatanan kemurnian dan keluhuran Adat perlahan diarahkan untuk mengikuti kepentingan Belanda.
VIII. AKSARA, BAHASA DAN DIALEK LAMPUNG
Aksara Lampung yang disebut dengan Had Lampung adalah bentuk tulisan yang memiliki hubungan dengan aksara Pallawa dari India Selatan. Had Lampung diciptakan oleh Para Saibatin di Paksi Pak Sekala Brak pada awal Abad Ke 9. Macam tulisannya fonetik berjenis suku kata yang merupakan huruf hidup seperti dalam Huruf Arab dengan menggunakan tanda tanda fathah di baris atas dan tanda tanda kasrah di baris bawah tapi tidak menggunakan tanda dammah di baris depan melainkan menggunakan tanda di belakang, masing-masing tanda mempunyai nama tersendiri.
Artinya Had Lampung dipengaruhi dua unsur yaitu Aksara Pallawa dan Huruf Arab. Had Lampung memiliki bentuk kekerabatan dengan Aksara Rencong Aceh, Aksara Rejang Bengkulu dan Aksara Bugis. Had Lampung terdiri dari huruf induk, anak huruf, anak huruf ganda dan gugus konsonan, juga terdapat lambing, angka dan tanda baca. Had Lampung disebut dengan istilah KaGaNga ditulis dan dibaca dari kiri ke kanan dengan Huruf Induk berjumlah 20 buah.
Dr Van Royen mengklasifikasikan Bahasa Lampung dalam Dua Sub Dialek yaitu Dialek Belalau atau Dialek Api, yang dipertuturkan oleh sebagian besar Etnis Lampung yang masih memegang teguh Garis Adat dan Aturan Saibatin dan Dialek Nyow, yang dipertuturkan oleh orang Abung dan Tulang Bawang yang mengenal kenaikan Pangkat Adat dengan Kompensasi Tertentu yang berkembang setelah Seba yang dilakukan oleh Orang Abung ke Banten.
A. Dialek Belalau (Dialek Api), terbagi menjadi:
- Bahasa Lampung Logat Belalau dengan tambahan spesifikasi Logat Kembahang dan Logat Sukau, Dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomisili di Kabupaten Lampung Barat yaitu Kecamatan Balik Bukit, Batu Brak, Belalau, Suoh, Sukau, Ranau, Sekincau, Gedung Surian, Way Tenong dan Sumber Jaya. Kabupaten Lampung Selatan di Kecamatan Kalianda, Penengahan, Palas, Pedada, Katibung, Way Lima, Padangcermin, Kedondong dan Gedongtataan. Kabupaten Tanggamus di Kecamatan Kotaagung, Semaka, Talangpadang, Pagelaran, Pardasuka, Hulu Semuong, Cukuhbalak dan Pulau Panggung. Kota Bandar Lampung di Teluk Betung Barat, Teluk Betung Selatan, Teluk Betung Utara, Panjang, Kemiling dan Raja Basa. Banten di di Cikoneng, Bojong, Salatuhur dan Tegal dalam Kecamatan Anyer, Serang.
- Bahasa Lampung Logat Krui dipertuturkan oleh Etnis Lampung di Pesisir Barat Lampung Barat yaitu Kecamatan Pesisir Tengah, Pesisir Utara, Pesisir Selatan, Karya Penggawa, Lemong, Bengkunat dan Ngaras.
- Bahasa Lampung Logat Melinting dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Lampung Timur di Kecamatan Labuhan Maringgai, Kecamatan Jabung dan Kecamatan Way Jepara.
- Bahasa Lampung Logat Way Kanan dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Way Kanan yakni di Kecamatan Blambangan Umpu, Baradatu, Bahuga dan Pakuan Ratu.
- Bahasa Lampung Logat Pubian dipertuturkan oleh Etnis Lampung yang berdomosili di Kabupaten Lampung Selatan yaitu di Natar, Gedung Tataan dan Tegineneng. Lampung Tengah di Kecamatan Pubian dan Kecamatan Padangratu. Kota Bandar Lampung Kecamatan Kedaton, Sukarame dan Tanjung Karang Barat.
- Bahasa Lampung Logat Sungkay dipertuturkan Etnis Lampung yang Berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Sungkay Selatan, Sungkai Utara dan Sungkay Jaya.
- Bahasa Lampung Logat Jelema Daya atau Logat Komring dipertuturkan oleh Masyarakat Etnis Lampung yang berada di Muara Dua, Martapura, Komring, Tanjung Raja dan Kayuagung di Propinsi Sumatera Selatan.
B. Dialek Abung (Dialek Nyow), terbagi menjadi:
- Bahasa Lampung Logat Abung Dipertuturkan Etnis Lampung yang yang berdomisili di Kabupaten Lampung Utara meliputi Kecamatan Kotabumi, Abung Barat, Abung Timur dan Abung Selatan. Lampung Tengah di Kecamatan Gunung Sugih, Punggur, Terbanggi Besar, Seputih Raman, Seputih Banyak, Seputih Mataram dan Rumbia. Lampung Timur di Kecamatan Sukadana, Metro Kibang, Batanghari, Sekampung dan Way Jepara. Kota Metro di Kecamatan Metro Raya dan Bantul. Kota Bandar Lampung di Gedongmeneng dan Labuhan Ratu.
- Bahasa Lampung Logat Menggala Dipertuturkan Masyarakat Etnis Lampung yang bertempat tinggal di Kabupaten Tulang Bawang meliputi Kecamatan Menggala, Tulang Bawang Udik, Tulang Bawang Tengah, Gunung Terang dan Gedung Aji.
IX. FALSAFAH DAN PEDOMAN HIDUP ULUN LAMPUNG
Tandani Ulun Lampung Wat Piil-Pusanggikhi
Mulia Heno Sehitung Wat Liom Khega Dikhi
Juluq-Adoq Kham Pegung, Nemui-Nyimah Muakhi
Nengah-Nyampokh Mak Ngungkung, Sakai-Sambayan Gawi.
Falsafah Hidup Ulun Lampung tersebut diilustrasikan dengan lima bunga penghias Sigokh pada lambang Propinsi Lampung. Menurut kitab Kuntara Raja Niti, Ulun Lampung haruslah memiliki Lima Falsafah Hidup:
- Pill-Pusanggikhi (malu melakukan pekerjaan hina menurut agama serta memiliki harga diri),
- Juluq-Adoq (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar adat yang disandangnya),
- Nemui-Nyimah (saling mengunjungi untuk bersilaturahmi, selalu mempererat persaudaraan serta ramah menerima tamu),
- Nengah-Nyampokh (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis),
- Sakai-Sambayan (gotong-royong dan saling membantu dengan anggota masyarakat lainnya).
- Berani menghadapi tantangan: mak nyekhai ki mak kakhai, mak nyedokh ki mak badokh.
- Teguh pendirian: khatong banjikh mak kisikh, ratong bakhak mak kikhak.
- Tekun dalam meraih cita-cita: asal mak lesa tilah ya pegai, asal mak jekha tilah ya kelai.
- Memahami anggota masyarakat yang kehendaknya tidak sama: pak huma pak sapu, pak jelma pak semapu, sepuluh pandai sebelas ngulih-ulih, sepuluh tawai sebelas milih-pilih.
- Hasil yang kita peroleh tergantung usaha yang kita lakukan: wat andah wat padah, khapa ulah khaya ulih.
- Mengutamakan persatuan dan kekompakan: dang langkang dang nyapang, makhi pekon mak khanggang, dang pungah dang lucah, makhi pekon mak belah.
- Arif dan bijaksana dalam memecahkan masalah: way ni dang khubok, iwa ni dapok.
X. PEMBAGIAN WILAYAH LAMPUNG BERDASARKAN KEBUAYAN
Masyarakat Lampung hidup teratur dengan berpegang kepada norma dan adat perniti baik yang tertulis dalam huruf Lampung Kuno maupun secara lisan secara turun temurun. Kehidupan kemasyarakatan diatur dengan sistem kekerabatan yang bersifat Genealogis Patrilineal dimana pemerintahan dilakukan secara adat terutama yang mengatur sistem mata pencaharian hidup, sistem kekerabatan, kehidupan sosial dan budaya.
Secara Harfiah Buway (Bu-Way) berarti pemilik air atau pemilik daerah kekuasaan berdasarkan daerah aliran air atau sungai (Diandra Natakembahang:2005). Pembagian daerah dan wilayah berdasarkan sungai sungai atau way yang ada di Lampung sehingga menjadi beberapa Marga Atau Buway, pembagian ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan antar marga atau kebuayan. Pembagian wilayah ini diatur oleh Umpu Bejalan Di Way.
A. Wilayah Kekuasaan Kepaksian inti Paksi Pak Sekala Brak:
- Way Selalau
- Way Belunguh
- Way Kenali
- Way Kamal
- Way Kandang Besi
- Way Semuong
- Way Sukau
- Way Ranau
- Way Liwa
- Way Krui
- Way Semaka
- Way Tutung
- Way Jelai
- Way Benawang
- Way Ngarip
- Way Wonosobo
- Way Ilahan
- Way Kawor Gading
- Way Haru
- Way Tanjung Kejang
- Way Tanjung Setia
B. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Melinting:
- Way Meringgai
- Way Kalianda
- Way Harong
- Way Palas
- Way Jabung
- Way Tulung Pasik
- Way Jepara
- Way Kambas
- Way Ketapang
- Way Limau
- Way Badak
- Way Pertiwi
- Way Putih Doh
- Way Kedondong
- Way Bandar Pasir
- Way Punduh
- Way Pidada
- Way Batu Regak
- Way Berak
- Way Kelumbayan
- Way Peniangan
C. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Pubiyan Telu Suku:
- Way Pubiyan
- Way Tebu
- Way Ratai
- Way Seputih
- Way Balau
- Way Penindingan
- Way Semah
- Way Salak Berak
- Way Kupang Teba
- Way Bulok
- Way Latayan
- Way Waya
- Way Samang
- Way Layap
- Way Pengubuan
- Way Sungi Sengok
- Way Peraduan
- Way Batu Betangkup
- Way Selom
- Way Heni.
- Way Naningan
D. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Sungkay Bunga Mayang:
- Way Sungkay
- Way Malinai
- Way Tapus
- Way Tapus
- Way Ulok Buntok
- Way Tapal Badak
- Way Kujau
- Way Surang
- Way Kistang
- Way Raman Gunung
- Way Rantau Tijang
- Way Tulung Selasih
- Way Tulung Biuk
- Way Tulung Maus
- Way Tulung Cercah
- Way Tulung Hinduk
- Way Tulung Mengundang
- Way Kubu Hitu
- Way Pengacaran
- Way Cercah
- Way Pematang Hening
E. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Buay Lima Way Kanan:
- Way Umpu
- Way Besay
- Way Jelabat
- Way Sunsang
- Way Putih Kanan
- Way Pengubuan Kanan
- Way Giham
- Way Petay
- Way Hitam
- Way Dingin
- Way Napalan
- Way Gilas
- Way Bujuk
- Way Tuba
- Way Baru
- Way Tenong
- Way Kistang
- Way Panting Kelikik
- Way Kabau
- Way Kelom
- Way Peti
F. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Abung Siwo Mego:
- Way Abung
- Way Melan
- Way Sesau
- Way Kunyaian
- Way Sabu
- Way Kulur
- Way Kumpa
- Way Bangik
- Way Babak
- Way Tulung Balak
- Way Galing
- Way Cepus
- Way Muara Toping
- Way Terusan Nunyai
- Way Pematang Hening
- Way Banyu Urip
- Way Candi Sungi
- Way Tulung Biuk
- Way Tulung Pius
- Way Umban
- Way Guring
G. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Mego Pak Tulang Bawang:
- Way Rarem
- Way Gedong Aji
- Way Penumangan
- Way Panaragan
- Way Kibang
- Way Ujung Gunung
- Way Nunyik
- Way Lebuh Dalom
- Way Gunung Tukang
- Way Pagar Dewa
- Way Rawa Panjang
- Way Rawa Cokor
- Way Tulung Belida
- Way Karta
- Way Gunung Katun
- Way Malai
- Way Krisi
H. Wilayah Kekuasaan Penyimbang Punggawa Komering:
- Way Komering
- Beserta anak sungainya